Selasa, 21 Februari 2012

Judul: [Lomba Fiksi Fantasi 2012] Kisah Si Monyet dan Si Kura-Kura di Pasar Malam

KEYWORD: 1. Pasar malam 2. Pohon pisang 3.Gula-gula 8. Salju 10. Jelantah

Si Monyet dan Si Kura-kura pergi ke pasar malam untuk membeli gula-gula karena sudah lama sekali mereka tidak membeli dan memakannya. Gula-gulanya pun murah dan enak sekali. Gula-gula yang dijual di pasar malam ini adalah langganan Si Monyet dan Si Kura-kura karena terkenal enaknya dan murah sekali harganya.
Setelah membeli gula-gula mereka berdua jalan-jalan,melihat-lihat apa saja yang dijual oleh penjual yang iku berjualan di pasar malam dan mengeliling semua permainan yang ada di pasar malam. Penjual dan permainan yang ada di pasar malam banyak sekali membuat Si Monyet dan Si Kura-kura bingung untuk memilihnya.
Si Monyet pun ingin sekali naik permainan anak-anak yaitu jetkoster dan bianglala.. Jetkoster yang agak mengerikan, membuat jantung mau copot dan merangsang adrenalin sedangkan bianglala permainannya santai yang jalannya berputar seperti kincir angin dan bisa menikmati dengan santai dan melihat semua permainan yang ada di pasar malam. Selain itu juga bisa melihat-lihat para penjual yang menjual dagangannya.
Sebaiknya naik jetkoster terlebih dahulu setelah itu baru naik bianglala untuk mengobati rasa takut.
Si Kura-kura pun ingin naik juga dan ingin merasakan naik jetkoster dan bianglala. Akhirnya mereka berdua naik bersama-sama dan merasakan bersama kenikmatan indahnya pasar malam dan dinginnya musim salju.
Saat menaiki jetkoster Si Kura-kura dan Si Monyet berteriak-teriak minta tolong karena jetkoster berjalan naik turun di ketinggian bahkan badan yang duduk di jetkoster dibolak-balik. Si Kura-kura tidak mau naik lagi karena naik jetkoster membuat dia ketakutan sekali karena jantungnya seperti mau copot. Sedangkan Si Monyet berani dan ingin naik lagi permainan jetkoster tersebut. Tetapi sayangnya tidak diperbolehkan oleh petugasnya karena banyak yang antri. Si Monyet rupanya agak kecewa tidak diperbolehkan lagi untuk naik lagi.
Setelah naik jetkoster, Mereka berdua menaiki bianglala yang berkebalikan dengan jetkoster. Menikmati permainan dengan santai. Dari atas pun mereka berdua bisa menikmati indahnya salju yang menyatu dengan pasar malam ddengan menaiki bianglala yang berputar seperti kincir angin. Mereka semua yang menjual dan yang pergi ke pasar malam memakai jaket dan penghangat badan lainnya agar tidak kedinginan.
“Wah begitu indahnya lampu-lampu yang menyinari pasar malam dan melihat permainan-permainan yang kelihatan begitu indah dan dahsyat. Eh Monyet kamu ingin naik permainan lainnya tidak?” tanya Si Kura-kura pada Si Monyet.
“Oh iya boleh, Kura. Aku ingin naik permainan yang berupa seperti tampah dan berputar-putar dari bawah ke atas dan turunnya. Gimana kamu mau ga?” Monyat pun mau naik permainan yang lain dan balik bertanya ke Si Kura-kura.
“Iya deh boleh. Aku ingin merasakan juga permainan ini,” jawab Si Kura-kura.
“Tapi kamu jangan takut seperti naik jetkoster tadi ya? Kamu harus berani. Teriak-teriak boleh tapi kamu jangan jera dan menyesal naik permainan ini,” nasehat Si Monyet pada Si Kura-kura.
“Iya deh, aku ga akan jera dan menyesal naik permainan ini, Monyet,” jawab Si Kura-kura.
Lima menit kemudian mereka berdua menaiki permainan yang berbentuk tampah yang berputar-putar dari bawah keatas dan kemudian ke bawah lagi dan seterusnya setelah bersabar menunggu antrian yang begitu panjang.
Si Kura-kura pun berteriak-teriak bersama dengan SSi Monyet tetapi Si Kura-kura tidak seheboh dan setakut saat naik jetkoster. Dia sudah bisa menikmati permainan itu dengan Si Monyet. Sepuluh menit sudah mereka menaiki dan menikmati permainan itu.
Setelah selesai menaiki permainan itu, mereka turun dan melanjutkan untuk jalan-jalan dan melihat-lihat yang ada di pasar malam. Si Monyet pun mempunyai ide untuk membuat sesuatu dari salju.
“Eh, Si Kura-kura kamu mau ga aku ajak untuk membuat badut dari salju?” ajak Si Monyet pada Si kura-kura.
“Wah ide bagus tuh Monyet. Mau…mau…dong. Yuk kita mulai aja membuat badutnya. Tapi selain badut kita juga bisa membuat yang lain juga loh, Nyet,” jawab Si Kura-kura.
“Iya Si Kura, nanti jika ada waktu bisa membuat yang lain selain buat badut,” jawab Si Monyet.
Mereka berdua pun langsung membuat badut yang terbuat dari salju. Mereka membuatnya dari bawah yaitu kaki kemudian badan dan selanjutnya kepala dan tangannya. Mereka sangat senang dan menikmati bisa membuat badut dari salju.
“Kura, aku sudah capek nih jadi kita tidak bisa membuat yang lainnya nih. Kita lanjutkan besok pagi saja dan kembali kesini lagi. Jadi jika kita ke sini pagi hari suasananya sepi tidak seramai waktu malam hari. Gimana setujukah usulanku?” tanya Monyet.
“Iya deh aku ikut aja deh sama kamo, Monyet. Aku juga sudah capek dan lelah. Kita bisa melanjutkan membuat yang lain dari salju besok pagi,” jawab Si Kura-kura.
Setelah berbincang-bincang kelanjutan untuk membuat sesuatu yang unik dari salju mereka pun akan pulang ke rumah. Tetapi sebelum perjalanan pulang ke rumah, Si Monyet tiba-tiba melihat pohon pisang dan ingin memanjat dan mengambilnya untuk dimakan karena lapar.
“Kura, sebentar ya aku mau panjat pohon pisang itu dulu dan mau mengambilnya. Aku lapar sekali, Kura,” kata Si Monyet.
“Iya, Nyet. Aku juga kelaparan. Ambilkan buat aku juga ya? Kamu cakep deh jika kamu mau kasih sebuah pisang buatku, rayu Si Kura pada Si Monyet.
“Iya aku kasih buat kamu masa aku tega ga kasih buatmu. Nih Kura aku kasih satu buatmu,” Si Monyet melempar satu pisang dari atas untuk dikasih ke Si Kura.
Si Kura pun menangkap satu pisang yang diberikan oleh Si Monyet dan langsung melahapnya karena lapar. Si Monyet pun makan pisang di atas pohon. Setelah habis makan pisang, Si Monyet pun turun dan membawa tiga sisir pisang untuk dibawa pulang dan digoreng.
Sesampai di rumah karena terlalu lelah dan capek, mereka berdua langsung menuju tempat tidur untuk beristirahat. Mereka tidur di rumah masing-masing. Sebenarnya Si Monyet ingin menggoreng pisang tetapi karena sudah kelelahan dan sudah larut malam jadi pisang akan digoreng besuk pagi. Waktu menunjukkan pukul 01.00.
Si Monyet dan Si Kura-kura begitu nyenyak tidurnya karena kelelahan setelah jalan-jalan di pasar malam. Pukul 05.00 mereka bangun kemudian menggoreng pisang yang diambil di pohon di pasar malam. Pohon pisang itu milik umum jadi Si Monyet berani untuk mengambilnya. Saat mengambil di dekat pohon ada tulisan INI MILIK UMUM, silahkan untuk diambil.
Saat akan mengambil minyak goreng ternyata sudah habis. Si Monyet pun kebingungan karena tidak ada minyak goreng untuk menggoreng pisang. Mau ke warung tetapi sepagi ini belum ada yang buka. Setelah membuka lemari Si Monyet tidak menyangka melihat ada minyak jelantah di wajan penggorengan yang ada di dalam lemari. Terpaksa deh Si Monyet menggunakan jelantah untuk menggoreng pisangnya. Si Monyet senang bisa menggoreng pisang goreng. Pisang goreng adalah makan favoritnya.
Akhirnya Si Monyet bisa menggoreng pisang goreng dengan menggunakan minyak jelantah untuk sarapan pagi. Jelantahnya juga baru diapakai dua kali jadi minyak belum terlalu hitam warnanya, tidak berbau dan masih dan masih bagus untuk digunakan.
Lima belas menit kemudian, pisang goreng sudah selesai digoreng. Yang digoreng baru satu sisir pisang sisanya bisa digunakan nanti malam hari atau esok hari. Setelah selesai menggoreng pisang, Si Monyet bersih-bersih rumah dan mandi. Setelah semua beres semua, Si Monyet menyantap pisang goreng buat sarapan pagi di meja makan.
Tak lama kemudian, Si Kura-kura datang ke rumah Si Monyet untuk melanjutkan untuk membuat sesatu dari salju yang ada di pasar malam.
“Tok…tok…tok…, Nyet…Monyet… Kamu ada di rumah?” suara Si Kura-kura memanggil Si Monyet sambil mengetok pintu.
“Iya ada. Siapa?” tanya Si Monyet.
“Aku, Si Kura-kura,” jawab Si Kura.
“Masuk aja Kura, aku ada di dalam,” Si Monyet mempersilahkan Si Kura untuk masuk.
“Sini-sini Kura, ikutan sarapan pisang goreng. Aku lagi saran pisang goreng nih, Kur. Kamu sudah saran belum?” tanya Monyet.
“Wah kebetulan sekali, Nyet aku belum sarapan. Boleh deh aku sarapan pisang goreng dan ingin merasakan buatanmu, Nyet,” Si Kura pun menuju meja makan dan ikut menyantap pisang goreng buatan Si Monyet.
“Gimana rasanya pisang goreng buatanku, Kur?” tanya Monyet.
“Hemmm… lezat dan nikmat sekali pisang goreng buatanmu, Nyet. Membuatku ingin tambah lagi untuk makan pisang goreng ini. Aku boleh ambil lagi nih habis enak dan aku masih lapar?” tanya Si Kura lagi.
“Iya boleh ambil lagi pisang gorengnya. Aku sudah kenyang kok,” jawab Si Monyet.
“Makasih, Nyet kamu sudah berkenan memberiku sarapan pisang goreng dan boleh nambah,” ucap Si Kura sambil mengunyah pisang goreng yang membuatnya kenyang.
“Nih minum air putihnya ya, Kur biar tenggorokanmu tidak kering,” Si Monyet memberi segelas air putih pada Si Kura.
“Makasih, Nyet. Jadi tidak kita melanjutkan membuat sesuatu dari salju yang ada di pasar malam?” tanya Si Kura pada Si Monyet.
“Iya jadi, Kur. Ayo kalau mau kesana sekarang saja biar selesainya cepat,” jawab Si Monyet.
“Ayo ayo, Nyet kita segera ke sana,” Si Kura setuju usulan Si Monyet.
Mereka berdua pergi menuju pasar malam yang tadi malam mereka kunjungi. Lima belas menit kemudian mereka tiba di pasar malam. Pagi-pagi di pasar malam terasa sepi karena memang banyak orang yang mengunjungi pasar malam pada malam hari. Namanya saja pasar malam.
Si Monyet dan Si Kura segera ambil salju untuk membuat selain badut yang tadi malam dibuatnya.
“Nyet, sekarang mau buat apa nih kita?” tanya Si Kura.
“Aku buat kamu dan kamu buat aku deh,” jawab Si Monyet.
“Maksudnya gimana?” tanya Si Kura lagi.
“Ih kamu payah masa tidak tahu sih? Begini maksudnya, Kur. Aku buat wajah dan badanmu, Kur dan kamu buat wajah dan badanku yang lengkap,” Si Monyet menjelaskan pada Si Kura.
“Oh boleh juga usulmu, Nyet. Ya sip deh Nyet usulanmu itu. Yuk mulai aja Nyet buatnya agar cepat selesai,” Si Kura menyetujui usulan Si Monyet.
Mereka pun sangat sibuk membuat Si Kura dan Si Monyet. Si Monyet membuat Si Kura dan Si Kura membuat Si Monyet dari salju. Mereka begitu santai membuatnya diselingi bercanda dan mengobrol agar mereka tidak mengantuk. Sesekali mereka bercanda sambil ketawa-ketawa.
Karena membuatnya diselingi candaan sambil ketawa bersama, hasil karya Si Monyet dan Si Kura pun lebih cepat selesainya. Mereka tidak membayangkan sama sekali hasil karya mereka lebih cepat selesai. Hasil karya mereka berdua pun berdampingan satu sama lain.
“Lega rasanya hasil karya kita sudah selesai, Kur,” kata-kata Si Monyet pada Si Kura.
“Iya nih, Nyet tak terasa karya kita sudah selesai,” jawab Si Kura.
“Kur, bolehkah aku tanya padamu satu hal?” tanya Si Monyet pada Si Kura.
“Boleh. Apa tuh, Nyet? Kok sepertinya serius sekali,” tanya Si Kura.
“Apakah kamu sudah mempunyai calon suami, Kur?” tanya Si Monyet lagi.
“Hemmm…kkkkookk ttanya itu, Nyet?” Si Kura gemetaran dan agak grogi.
“Sudahlah, Kur jawab aja apa adanya. Tidak usah malu-malu,” ucap Monyet lagi.
“Aku bebelum punya calon suami, Nyet. Emang kenapa kamu tanya begitu padaku?” tanya Si kura lagi pada Si Monyet.
“Aku mencintai dan menyayangi kamu. Maukah kamu jadi istriku?” tanya Monyet pada Kura.
Si Kura menundukkan kepalany, malu dan terdiam beberapa saat. Dia pun terkejut mendengar Si Monyet berkata seperti itu. Tak lama kemudian Si Kura menjawab pertanyaan Si Monyet.
“Hemmm, Nyet aku mau jadi istri kamu,” jawab Si Kura.
“Yang benar nih,Kur? Serius kamu?”
“Iya serius, aku juga mencintaimu dan menyayangimu, Nyet,” jawab Si Kura.
“Lihatlah hasil karya kita, Kur. Ini bukti cinta kita bahwa kita saling mencintai,” ucap Si Monyet.
“Benar sekali, Nyet karya kita adalah bukti dansaksi cinta kita berdua,” tambah Si Kura.
Sebulan kemudian mereka melangsungkan pernikahan dan kehidupan mereka bahagia.

Minggu, 19 Februari 2012

Suka Membaca dan Menulis, Wadahnya FLP

Aku gemar membaca sejak mengenal majalah Annida. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA yaitu pada tahun 1996. Aku mendapatkan majalah annida juga tidak sengaja karena ada temanku membawa majalah tersebut di kelas. Aku pun meminjamnya untuk dibaca. Cerita-ceritanya pun sangat mencerahkan dan menggugah jiwa. Karena sangat menarik untuk dibaca, aku pun berlangganan majalah Annida.
Berlangganan majalah Annida berlangsung hingga aku kuliah. Sampai-sampai teman satu kosku menjulukiku si Kutu Buku karena seringnya aku membaca majalah itu dan buku-buku lainnya. Majalah-majalah Annida pun terkumpul banyak sekali hingga aku menjilidnya menjadi 4 buah bendel. Tulisan-tulisannya pun banyak mempengaruhi aku dalam kehidupan sehari-hari. Majalah ini pun salah satu bacaan yang mendukungku mendapatkan hidayah dari Allah yaitu mengenakan jilbab dan pastinya ditambah dukungan dari mengikuti kajian di Sekolah Menengah Atas.
Karena kebiasaanku yang suka membaca, aku pun mulai gemar membeli dan membaca buku-buku Islami, buku motivasi, novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain. Kebiasaan membaca mengatarkanku untuk menyukai dunia menulis. Aku pun mencoba menulis untuk mengikuti lomba-lomba menulis di setiap ada event lomba menulis baik cerpen atau essai. Saat itu mendapatkan informasi lomba menulis sangat sulit.
Mencari informasi lomba menulis hanya mengandalkan dari majalah Annida dan Sabili saja. Jika tidak dari majalah tersebut tidak akan mendapatkan. Mengirim naskah pun dulu via pos belum ada kirim naskah lombal melalui via email.
Karena belum mempunyai notebook, aku pun berlatih menulis lewat kertas. Setelah selesai menulis ulang kembali ke komputer dan pergi ke rentalan komputer atau warnet.
Aku pun mendapatkan informasi komunitas kepenulisan yaitu Forum Lingkar Pena (FLP) juga dari majalah Annida. Saat aku masih kuliah belum bisa masuk ke FLP karena ada beberapa kendala. Pada tahun 2007 tidak sengaja ngobrol-ngobrol dengan anak Bekasi pada acara lowongan kerja, dia menawariku untuk bergabung di FLP Bekasi yang saat itu sedang merekrut anggota baru. Mendengar tawaran tersebut aku senang sekali dan aku pun langsung mendaftar. Gabung ke komunitas tersebut adalah keinginanku sejak dulu, sejak masih kuliah tetapi Allah belum mengijinkanku.